BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
DHF (Dengue Haemorraghic Fever) pada masyarakat awam
sering disebut sebagai demam berdarah.
Menurut para ahli, demam berdarah dengue disebut
sebagai penyakit (terutama sering dijumpai pada anak) yang disebabkan oleh
virus Dengue dengan gejala utama demam,nyeri otot, dan sendi diikuti dengan
gejala pendarahan spontan seperti ; bintik merah pada kulit,mimisan, bahkan
pada keadaan yang parah disertai muntah atau BAB berdarah.
Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic
Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Famili
Flaviviridae,dengan genusnya adalah flavivirus. Virus ini mempunyai empat
serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Selama ini secara
klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda, tergantung dari serotipe
virus Dengue. Morbiditas penyakit DBD menyebar di negara-negara Tropis dan
Subtropis.
Disetiap negara penyakit DBD mempunyai manifestasi
klinik yang berbeda. Di Indonesia Penyakit DBD pertama kali ditemukan pada
tahun 1968 di Surabaya dan sekarang menyebar keseluruh propinsi di Indonesia.
Timbulnya penyakit DBD ditenggarai adanya korelasi antara strain dan genetik,
tetapi akhir-akhir ini ada tendensi agen penyebab DBD disetiap daerah berbeda.
Hal ini kemungkinan adanya faktor geografik, selain faktor genetik dari
hospesnya. Selain itu berdasarkan macam manifestasi klinik yang timbul dan
tatalaksana DBD secara konvensional sudah berubah. Infeksi virus Dengue telah
menjadi masalah kesehatan yang serius pada banyak negara tropis dan sub tropis.
1.2 Metode Penulisan
Dalam pembuatan makalah ini, menggunakan metode
kepustakaan. Mengkaji pustaka terhadap bahan–bahan kepustakaan yang sesuai
dengan permasalahan yang diangkat dalam makalah ini. Sebagai referensi juga
diperoleh dari situs web internet yang membahas mengenai DHF.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Penyakit
Dengue
Haemorrhagic Fever (DHF) atau dema berdarah adalah penyakit menular yang di
sebabkan oleh virus dengue dan di
tularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. Penyakit ini dspat menyerang
semua orang dan dapat mengakibatkan kematian, terutama kepada anak. Penyakit
ini juga sering menimbulkan kejadian luar biasa atau wabah.
Penyebab
penyakit Demam Berdarah Dengue ( DBD ) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)
adalah virus dengue. Di Indonesia, virus tersebut sampai saat ini telah
diisolasi menjadi 4 serotipe virus dengue yang termasuk dalam grup B dari
arthropedi borne viruses (Arboviruses), yaitu DEN-1,DEN-2,DEN-3, dan DEN-4.
Ternyata DEN-2 dan DEN-3 merupakan serotipe yang menjadi penyebab terbanyak. Di
Thailand, dilaporkan bahwa serotipe DEN-2 adalah dominan. Sementara di
Indonesia, yang terutama dominan adalah DEN-3, tetapi akhir-akhir ini ada
kecenderungan dominasi DEN-2.
Infeksi
oleh salah satu serotipe menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe
bersangkutan, tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe lain. Virus
dengue ini terutama ditularkan melalui vektor nyamuk aedes aegypti. Nyamuk
aedes albopictus, aedes polynesiensi, dan beberapa spesies lain kurang
berperan. Jenis nyamuk ini terhadap hampir di seluruh Indonesia kecuali di
ketinggian lebih dari 1000 m di atas permukaan laut.
Mekanisme
sebenarnya mengenai patofisiologi, hemodinamika, dan biokimia DHF hingga kiri belum
diketahui secara pasti. Sebagian besar sarjana masih menganut The Secondary
Heterologous Infection Hypothesis atau The Sequential Infection Hypothesis dari
Halsteel yang menyatakan bahwa DHF dapat terjadi bila seseorang setelah
terinfeksi dengue untuk pertama kalinya mendapat infeksi berulang dengan tipe
virus dengue yang berbeda.
Fenomena
patofisiologis utama yang menentukan berat penyakit yang membedakan DHF dari
dengue klasik adalah meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah,
menurunnya volume plasma, serta terjadinya hipotensi. Trombositopeni dan
diastesis hemorrhagik. Pada kasus berat , renjatan terjadi secara akut dan
nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan menghilangnya plasma melalui
endotel dinding pembuluh darah. Ada dugaan bahwa renjatan terjadi sebagai
akibat dari kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler melalui kapiler yang
rusak, sehingga mengakibatkan menurunnya volume plasma dan meningkatnya nilai
hematokrit. Bukti dugaan ini adalah ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga
serosa, yaitu rongga peritonium, pleura, dan perikard yang ternyata melebihi
pemberian cairan infus, serta terjadinya bendungan pembuluh darah paru. Plasma
merembes selama perjalanan penyakit mulai dari awal demam sampai puncaknya pada
masa renjatan.
Trombositopeni
yang hebat, gangguan fungsi trombosit, dan kelainan fungsi koagulasi merupakan
penyebab utama terjadinya perdarahan. Perdarahan kulit umumnya disebabkan oleh
factor kapiler dan trombositopeni, sedangkan perdarahan masih diakibatkan oleh kelainan
yang lebih kompleks, yaitu trombositopeni, gangguan faktor pembekuan, dan
mungkin juga faktor DIC.
Patogenesis
DHF berkaitan dengan system komplemen,yaitu system dalam sirkulasi darah yang
terdiri dari 11 komponen protein dengan bentuk tidak aktif dan labil terhadap
panas. Sebagai reaksi tehadap infeksi,terjadi aktivasi komplemen sehingga dilepaskanlah
anafilaktoksin C3a dan C5a yang mampu membebaskan histamine sebagai mediator
kuat dalam peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah,dan bereperan dalam
terjadinya renjatan. Seperti pada infeksi virus yang lain ,infeksi virus dengue
juga merupakan self limiting infektious disease yang akan berakhir sekitar 2-7
hari.
Infeksi virus dengue mengakibatkan manipestasi klinis
yang berpariasi mulai dari asimtomatik , yang merupakan penyakit yang paling
ringan ( mild undifferentiated febrile illness) demam dengue( dengue fever) ,
demam berdarah dengue (DBD) , atau dengue hemoragik fever (DHF) sampai syndrome
syok dengue(SSD) . walaupun secara epidemiologis infeksi ringan lebih banyak
terjadi,tetapi pada awal penyakit hamper tiidak mungkin membedaakan antara
infeksi ringan atau berat.
Bentuk ringan dengue menyerang semua golongan umur dan
bermanifestasi lebih berat pada orang dewasa. Demam dengue pada bayi dan anak
berupa demem ringan yg disertai dengan timbulnya ruam makulopapular. Pada anak
besar dan dewasa, penyakit ini dikenal sindrom triasdengue, yang berupa demam
tinggi dan mendadak nyeri pada anggota badan(kepala,bola mata,punggung dan
sendi) dan timbulnya ruam makulopapular.pasien dengan penyakit demam dengue
biasanya sembuh tanpa adanya gejala sisa.
Kasus DHF ditandai oleh manifestasi klinis,yaitu :
demam tinggi dan mendadak yang dapat mencapai 400 c atau lebih atau
terkadang disertai dengan kejang demam ,sakit kepala,anoreksia,muntah muntah
atau vomiting,epigastric discomfort,nyeri perut kanan atas atau seluruh bagian
perut dan pendarahan, terutama pendarahan kulit, walaupun hanya berupa uji
tourniquet positif.selain itu,pendaharahan kulit dapat terwujud memar atau
dapat juga berupa pendarahan spontan mulai dari petechiae atau muncul pada
hari-hari pertama demam dan berlangsung selama 3-6 hari pada
ekstremitas,tubuh,dan muka, sampai epistaksis dan pendarahan gusi. Sementara
pendarahan gastro intestinal masih lebih jarang terjadi dan biasnya hanya
terjadi pada kasus dengan syok yang berkepanjangan atau setelah syok yang tidak
teratasi. Pendarahan lain seperti pendarahan sub konjungtiva terkadang juga
ditemukan.pada masa kovalesen sering kali ditemukan eritema pada telapak tangan
dan kaki dan hepatomegaly.hepatomegali pada umumnya dapat diraba pada permulaan
penyakit dan pembesaran hati ini tidak sejajar dengan beratnya penyakit.nyeri
tekan sering kali ditemukan tanpa icterus maupun kegagalan peredaran darah (
circulatory failure).
2.2 Diagnosa DHF
menurut patokan yang ditetapkan WHO (1997), yaitu:
1. Demam tinggi mendadak dan terus-menerus
selama 2-7 hari.
2. Manifestasi perdarahan, termasuk paling
tidak uji tourniquet positif dan bentuk lain perdarahan/perdarahan spontan
(petechia, purpura, echimosis, epistaksis, perdarahan gusi) dan hematemesis
melena.
3. Pembesaran hati.
4. Syok, yang ditandai dengan nadi lemah
dan cepat disertai dengan tekanan nadi yang menurun (20 mmHg atau kurang),
tekanan darah yang menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau
kurang), dan kulit yang teraba dingin dan lembab, terutama pada ujung hidung,
jari, dan kaki. Penderita gelisah serta timbul sianosis disertai mulut.
Pada
awal penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus atau protozoa
seperti demam tipoid, campak, influenza, hepatitis, demam chikungunya,
leptospirosis, dan malaria. Adanya tombositopenia yang jelas disertai dengan
hemokonsentrasi membedakan DHF dari penyakit-penyakit lain. Diagnosa banding
lain adalah sepsis, meningitis, meningocele, idiophatic trombosytopenic purpura
(ITP), leukimia, dan anemia aplastik.
Demam
Chikungunya (DC) sangat menular dan biasanya menyerang seluruh keluarga dengan
gejala demam mendadak. Masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, dan hamper
selalu di ikuti dengan ruam makulapopular, infeksi konjungtiva, serta sering
dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji bending positif, petekia, dan epistaksinya
hampir sama dengan DHF. Pada DC tidak ditemukan perdarahan gastroinstestinal
dan syok.
Hari-hari
pertama ITP berbeda dengan DHF karena pada ITP demam cepat menghilang dan tidak
di jumpai hemokonsentrasi. Sedangkan pada fase penyembuhan perbedaannya teletak
pada jumlah trombosit yang lebih cepat kembali pada DHF.
Perdarahan
dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastic. Pada leukemia, demam
tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat anemis. Sementara
pada anemia aplastik, anak sangat anemis dan demam timbul karena infeksi
sekunder.
Kematian
oleh demam dengue hamper tidak ada, sebaliknya pada DHF atau DSS mortalitasnya
cukup tinggi. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang dan Jakarta
memperlihatkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit umumnya lebih ringan
dibandingkan dengan pada anak-anak.
Untuk
memutuskan rantai penularan, pemberantasan vektor dianggap merupakan cara yang
paling memadai saat ini. Vektor dengue, khususnya Aedes Aegypti, sebenarnya
mudah diberantas karena sarang-sarangnya terbatas di tempat-tempat yang berisi
air bersih dengan jarak terbang maksimal 100 m. tetapi karena vektor tersebar
luas, untuk keberhasilan pemberantasan tersebut diperlukan total coverage
(meliputi seluruh wilayah) agar nyamuk tak dapat berkembang biak lagi.
2.3 Klasifikasi
a. Derajat
I :
Demam
disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji turniket positi,
trombositopeni dan hemokonsentrasi.
b. Derajat
II :
Manifestasi
klinik pada derajat I dengan manifestasi perdarahan spontan di bawah kulit
seperti peteki, hematoma dan perdarahan dari lain tempat.
c. Derajat
III :
Manifestasi
klinik pada derajat II ditambah dengan ditemukan manifestasi kegagalan system
sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah, hipotensi dengan kulit yang lembab,
dingin dan penderita gelisah.
d. Derajat
IV :
Manifestasi
klinik pada penderita derajat III ditambah dengan ditemukan manifestasi
renjatan yang berat dengan ditandai tensi tak terukur dan nadi tak teraba.
2.4 Pemeriksaan
penunjang
a. Darah
1) Trombosit
menurun.
2) HB
meningkat lebih 20 %.
3) HT
meningkat lebih 20 %.
4) Leukosit
menurun pada hari ke 2 dan ke 3.
5) Protein
darah rendah.
6) Ureum
PH bisa meningkat.
7) NA
dan CL rendah.
b. Serology
: HI (hemaglutination inhibition test).
1) Rontgen
thorax : Efusi pleura.
2) Uji
test tourniket (+)
2.5 Penatalaksanaan
a. Tirah
baring
b. Pemberian
makanan lunak .
c. Pemberian
cairan melalui infus.
Pemberian cairan intra vena (biasanya ringer lactat,
nacl) ringer lactate merupakan cairan intra vena yang paling sering digunakan ,
mengandung Na + 130 mEq/liter , K+ 4 mEq/liter, korekter basa 28 mEq/liter , Cl
109 mEq/liter dan Ca = 3 mEq/liter.
d. Pemberian
obat-obatan: antibiotic, antipiretik,
e. Anti
konvulsi jika terjadi kejang
f. Monitor
tanda-tanda vital ( T,S,N,RR).
g. Monitor
adanya tanda-tanda renjatan
h. Monitor
tanda-tanda perdarahan lebih lanjut
i. Periksa
HB,HT, dan Trombosit setiap hari.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1.
Identitas
pasien
Nama, umur ( pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia
kurang dari 15 tahun ), jenis kelamin, alamat , pendidikan , nama orang tua ,
pendidikan orang tua , dan pekerjaan orang tua.
2.
Keluhan Utama
Alasan / keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang ke
rumah sakit adalah panas tinggi dan anak lemah.
3.
Riwayat
Penyakit Sekarang
Di dapatkan adanya keluhan panas mendadak yang di sertai menggigil
dan saat demam kesadaran compos mentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke 3
dan ke 7 , dan anak semakin lemah. Kadang-kadang di sertai dengan keluhan
batuk, filek, nyeri telan, mual, muntah, anorexia, diare/konstipasi, sakit
kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakanbola mata
terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi ( grade III,
IV ), melena, atau hematemesis.
4.
Riwayat
penyakit yang pernah di derita
Penyakit apa saja yang pernah di derita. Pada DHF, anak bisa
mengalami serangan ulang DHF dengan tipe virus yang lain.
5.
Riwayat
Imunasasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan
timbulnya komplikasi dapat di hindarkan.
6.
Riwayat Gizi
Status gizi anak yang menderita DHF dapat bervariasi. semua anak
dengan status gizi baik maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor
predisposisinya. Anak yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah,
dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai
dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat mengalami penurunan
berat badan sehingga status gizinya menjadi kurang.
7.
Kondisi
lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang
kurang bersih seperti air yang menggenang dan gantungan baju di kamar.
8.
Pola kebiasaan
1)
Nutrisi dan
metabolisme frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan berkurang, dan nafsu makan
menurun.
2)
Eliminasi alvi
( buang air besar ). Kadang-kadang anak mengalami diare / konstipasi. sementara
DHF pada grade III-IV bisa terjadi melena.
3)
Eliminasi urine
( buang air kecil ) perlu di kaji apakah sering kencing, sedikit / banyak,
sakit / tidak. pada DHF garade IV sering terjadi hematuria.
4)
Tidur dan
istirahat. Anak sering mengalami kurang tidur karena mengalami sakit / nyeri
otot dan persendian sehingga kuantitas dan kualitas tidur maupun istirahatnya
kurang.
5)
Kebersihan.
Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan cenderung kurang
terutama untuk membesihkan tempat sarang nyamuk aedes aegypti.
6)
Perilaku dan
tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk menjaga kesehatan.
9.
Pemeriksaan
fisik. Meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari ujung rambut
sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan (grade) DHF, keadaan fisik anak adalah
sebagai berikut.
1)
Grade I :
Kesadaran kompos mentis, keadaaan umum lemah, tanda-tanda vital dan nadi lemah.
2)
Grade II :
Kesadaran kompos mentis , keadaaan uum lemah, ada perdarahan spontan ptekia,
perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.
3)
Grade III :
kesadaran apatis, somenolen, keadaan umum lemah, nadi lemah, kecil, dan tidak
teratur, serta tensi menurun.
4)
Grade IV :
Kesadaran koma, tanda-tanda vital : nadi tidak teraba, tensi tidak terukur,
pernafasan tidak teratur, ekstremitas dingin , berkeringat, dan kulit tampak
biru.
10.
Sistem
Integumen:
1)
Adanya petekia
pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat dingin, dan lembab.
2)
Kuku sianosis /
tidak
3)
Kepala dan
leher.
Kepala
terasa nyeri, muka tampak kemerahan
karena demam ( flusy ), mata anemis,
hidung kadang mengalamiperdarahan ( epistaksis ) pada grade II,III,IV, pada
mulut di dapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi, dan nyeri
telan. Sementara tenggorokan mengalami hypertemia pharing dan terjadi
perdarahan telinga ( pada grade II,III,IV ).
4)
Dada
Bentuk
simetris dan kadang-kadang terasa sesak. pada fhoto thorax terdapat adanya
cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan ( efusi pleura ), Rales +,
rhonkhi + yang biasanya terdapat grade III dan IV.
5)
Abdomen,
mengalami nyeri tekan, pembesaran hati ( hepatomegali ), dan asietas.
6)
Ekstremitas,
akral dingin, serta terjadi nyeri otot , sendi, serta tulang.
11.
Pemeriksaan
Laboratorium.
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan di jumpai:
1)
HB dan PCV
meningkat ( > 20 % )
2)
Trombositopenia
( < 100.000/ml )
3)
Leukopenia ( mungkin
normal atau lekositosis )
4)
lg. D . dengue
fositif
5)
Hasil
pemeriksaan kimia darah menunjukan : hipoproteinemi, hipokloremia, dan
hiponatremia.
6)
Urium dan PH
darah mungkin meningkat.
7)
Asidosis
metabolik : pCO2 <35-40 mmHg dan HCO3 rendah.
8)
SGOT/SGPT mungkin
meningkat.
3.2 Diagnosa keperawatan.
a. Peningkatan
suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit/ viremia.
b. Nyeri
berhubungan dengan proses patologi penyakit.
c. Kekurangan
volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding
plasma, evaforasi, intake tidak adekuat
d. Risiko
tinggi terjadinya perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.
e. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
f. Intoleransi
aktifitas berhubungan dengan kelemahan.
g. Kurang
pengetahuan tentang proses penyakit, diet dan perawatan pasien DHF berhubungan
dengan kurangnya informasi.
3.3 Intervensi dan Rasional
a. Peningkatan
suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit/ viremia.
Intervensi:
1) Observasi
tanda – tanda vital klien : suhu, nadi, tensi, pernapasan, tiap 4 jam atau
lebih sering
R/ Tanda –tanda vital
merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
2) Beri
penjelasan tentang penyebab demam atau peningkatan suhu tubuh
R/ Penjelasan tentang
kondisi yang dialami klien dapat membantu klien/keluarga mengurangi kecemasan
yang timbul.
3) Menjelaskan
pentingnya tirah baring bagi pasien dan akibatnya jika hal tersebut tidak
dilakukan.
R/ Penjelasan yang diberikan
akan memotivasi klien untuk kooperatif.
4) Menganjurkan
pasien untuk banyak minum ± 2,5 ltr/24 jam dan jelaskan manfaatnya bagi pasien.
R/ Peningkatan suhu tubuh
akan menyebabkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan
asupan cairan yang banyak.
5) Berikan
kompres hangat pada kepala dan axilla
R/ Pemberian
kompres akan membantu menurunkan suhu tubuh.
6) Kolaborasi:
Pemberian antipiretik
R/ Digunakan
untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.
b. Nyeri
berhubungan dengan proses patologi penyakit.
Intervensi:
1) Kaji
tingkat nyeri yang dialami klien.
R/ Untuk
mengetahui berapa berat nyeri yang dialami klien.
2) Kaji
faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi klien terhadap nyeri (budaya,
pendidikan,dll)
R/ Reaksi
klien terhadap nyeri dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, dengan mengetahui
faktor tersebut maka perawat dapat melakukan intervensi sesuai masalah klien.
3) Berikan
posisi nyaman, dan citakan lingkungan yang tenang.
R/ Untuk
mengurangi rasa nyeri
4) Berikan
suasana gembira bagi klien, lakukan teknik distraksi, atau teknik relaksasi.
R/ Dengan
teknik distraksi atau relaksasi, klien sedikit melupakan perhatiannya terhadap
nyeri yang dialami.
5) Beri
kesempatanklien untuk berkomunikasi dengan orang terdekat.
R/ Berhubungan
dengan orang terdekat dapat membuat klien teralih perhatiannya dari nyeri yang
dialami.
6) Kolaborasi: Berikan
obat-obat analgetik
R/ Obat analgetik dapat
mengurangi atau menekan nyeri klien.
c. Kekurangan
volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding
plasma, evaforasi, intake tidak adekuat.
Intervensi:
1) Kaji keadaan
umum klien 9pucat, lemah, taki kardi), serta tanda –tanda vital.
R/ Menetapkan
data dasar, untuk mengetahui dengan cepat penyimpangan dari keadaan normalnya.
2) Observasi
adanya tanda – tanda syok
R/ Agar
dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani syok yang dialami klien.
3) Anjurkan
klien untuk banyak minum.
R/ Asupan
cairan sangat diperluakan untuk menambah volume cairan tubuh.
4) Kaji
tanda dan gejala dehidrasi/hipovolemik (riwayat muntah, diare, kehausan, turgor
jelek).
R/ Untuk
mengetahui penyebab defisit volume cairan.
5) Kaji
masukan dan haluaran cairan.
R/ Untuk
mengetahui keseimbangan cairan.
6) Kolaborasi :
Pemberian cairan intra vena sesuai indikasi.
R/ Pemberian
cairan intra vena sangat penting bagi klien yang mengalami defisit volume
cairan dengan keadaan umum yang buruk untuk rehidrasi.
d. Risiko
tinggi terjadinya perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.
Intervensi:
1) Monitor
tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai dengan tanda-tanda klinis.
R/ Penurunan jumlah
trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh darah yang pada tahap
tertentu dapat menimbulkan perdarahan.
2) Beri
penjelasan tentang pengaruh trombositopenia pada klien.
R/ Agar
klien/keluarga mengetahui hal hal yang mungkin terjadi padaklien dan dapat
membantu mengantisipasi terjadinya perdarahan.
3) Anjurkan
klien untuk banyak istirahat.
R/ Aktivitas klien yang
tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.
4) Beri
penjelasan pada klien/keluarga untuk segera melaporkan tanda-tanda perdarahan
(hematemesis,melena, epistaksis).
R/ Keterlibatan
keluarga akan sangat membantu klien mendapatkan penanganan sedini mungkin.
5) Antisipasi
terjadinya perdarahan ( sikat gigi lunak, tindakan incvasif dengan hati-hati).
R/ Klien
dengan trombositopenia rentan terhadap cedera/perdarahan.
e. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
Intervensi:
1) Kaji
keluhan mual, muntah, dan sakit menelan yang dialami klien
R/ Untuk
menetapkan cara mengatasinya.
2) Kaji
cara/pola menghidangkan makanan klien
R/ Cara
menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan klien.
3) Berikan
makanan yang mudah ditelan seperti: bubur dan dihidangkan saat masih hangat.
R/ Membantu
mengurangi kelelahan klien dan meningkatkan asupan makanan karena mudah
ditelan.
4) Berikan
makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering
R/ Untuk
menghindari mual dan muntah serta rasa jenuh karena makanan dalam porsi banyak.
5) Jelaskan
manfaat nutrisi bgi klien terutama saat sakit.
R/ UntukMeningkatkan
pengetahan klien tentang nutrisi sehingga motivasi untuk makan meningkat.
6) Catat
jumlah porsi yang dihabiskan klien.
R/ Mengetahui
pemasukan/pemenuhan nutrisi klien.
f. Intoleransi
aktifitas berhubungan dengan kelemahan.
Intervensi:
1) Mengkaji
keluhan klien
R/ Untuk mengidentifikasi
masalah-masalah klien.
2) Kaji
hal-hal yang mampu/tidak mampu dilakukan oleh klien sehubungan degan kelemahan
fisiknya.
R/ Untuk
mengetahui tingkat ketergantungan klien dalam memenuhi kebutuhannya.
3) Bantu
klien memenuhi kebutuhan aktivitasnya sesuai dengan tingkat keterbatasan klien
seperti mandi, makan, eliminasi.
R/ Pemberian
bantuan sangat diperlukan oleh klien pada saat kondisinya lemah tanpa membuat
klien mengalami ketergantungan pada perawat.
4) Bantu
klien untuk mandiri sesuai dengan perkembangan kemajuan fisiknya.
R/ Dengan
melatih kemandirian klien, maka klien tidak mengalami ketergantungan.
5) Letakkan
barang-barang di tempat yang mudah dijangkau oleh klien.
R/ Akan
membantu klien memenuhi kebutuhan sendiri tanpa bantuan orang lain.
g. Kurang
pengetahuan tentang proses penyakit, diet dan perawatan pasien DHF berhubungan
dengan kurangnya informasi.
Intervensi:
1) Kaji
tingkat pengetahuan klien/keluarga tentang penyakit DHF.
R/ Sebagai
data fdasar pemberian informasi selanjutnya.
2) Kaji
latar belakang pendidikan klien/ keluarga.
R/ Untuk
memberikan penjelasan sesuai dengan tingkat pendidikan klien/ keluarga sehingga
dapat dipahami.
3) Jelaskan
tentang proses penyakit, diet, perawatan dan obat-obatan pada klien dengan
bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
R/ Agar
informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehinggfa tidak terjadi
kesalahpahaman.
4) Jelaskan
semua prosedur yang akan dilakukan dan manfaatnya pada klien.
R/ Dengan
mengetahui prosedur/tindakan yang akan dilakukan dan manfaatnya, klien akan
kooperatif dan kecemasannya menurun.
5) Berikan
kesempatan pada klien/ keluarga untuk menanyakan hal-hal yangingin diketahui
sehubungan dengan penyakit yang diderita klien.
R/ Mengurangi
kecemasan dan memotivasi klien untuk kooperatif.
6) Gunakan
leaflet atau gambar-gambar dalam memberikan penjelasan.
R/ Untuk
membantu mengingat penjelasan yang telah diberikan karena dapat dilihat/ dibaca
berulang kali.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Banyak cara untuk menurunkan insiden
terjadinya DHF. Karena vektor dari DHF adalah nyamuk Aedes a, maka ada beberapa
hal yang sebaiknya dilaksanakan untuk memutuskan rantai penyakit:
1. Tanpa
insektisida:
a. menguras
bak mandi,tempayan,drum,dll minimal seminggu sekali.
b. menutup
penampungan air rapat- rapat.
c. membersihkan
pekarangan dari kaleng bekas,botol bekas yang memungkinkan nyamuk bersarang.
2. dengan
insektisida:
a. malathion
untuk membunuh nyamuk dewasa: biasanya dengan fogging/pengasapan.
b. abate
untuk membunuh jentik nyamuk denan cara ditabur pada bejana- bejana tempat
penampungan air bersih dengan dosis 1 gram Abate SG 1% per 10 liter air.
4.2 Saran
Penulis berharap semoga penyusunan
makalah tentang Askep pada anak/bayi dengan DHF ini dapat memberikan ilmu dan
pengetahuan dalam bidang pendidikan dan praktik keperawatan. Dan juga dengan
makalah ini dapat menjadi acuan untuk tindakan proses keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Asuhan keperawatan bayi dan anak ( untuk perawat dan bidan)
Mansjoer, arif.
2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III vol. 1. Jakarta : Media
Aesculapius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar