Jumat, 04 Oktober 2013

Pengambilan spesimen darah



Ø  Peralatan

Ada banyak cara di mana darah dapat diambil dari vena. Metode terbaik bervariasi dengan usia peralatan, pasien yang tersedia dan tes yang diperlukan.

Kebanyakan koleksi darah di AS dan Inggris dilakukan dengan sistem tabung dievakuasi, (dua sistem umum adalah Vacutainer (Becton, Dickinson dan perusahaan) dan Vacuette (Greiner Bio-One GmBH) Peralatan terdiri dari hub plastik,. jarum suntik , dan tabung vakum Dalam keadaan tertentu,. jarum suntik dapat digunakan, sering dengan jarum kupu-kupu, yang merupakan kateter plastik yang melekat pada jarum pendek. Di negara berkembang, jarum suntik masih merupakan metode yang paling umum gambar darah.

Dalam kegiatan pengumpulan sampel darah dikenal istilah phlebotomy yang berarti proses mengeluarkan darah. Dalam praktek laboratorium klinik, ada 3 macam cara memperoleh darah, yaitu : melalui tusukan vena (venipuncture), tusukan kulit (skinpuncture) dan tusukan arteri atau nadi. Venipuncture adalah cara yang paling umum dilakukan, oleh karena itu istilah phlebotomy sering dikaitkan dengan venipuncture.
Ø  PENGAMBILAN DARAH VENA

Tujuan : mendapatkan spesimen darah vena tanpa anti koagulan yang memenuhi persyaratan untuk pemeriksaan kimia klinik dan imunoserologi
Lokasi : ± vena mediana cubiti ( dewasa )-vena jugularis superficialis ( bayi )
Alat-alat : ± kapas alkohol-diaspossible syringe / vacutainer 10 cc-Tabung reaksi pyrex 10 cc-kapas steril-plester
Pada pengambilan darah vena (venipuncture), contoh darah umumnya diambil dari vena median cubital, pada anterior lengan (sisi dalam lipatan siku). Vena ini terletak dekat dengan permukaan kulit, cukup besar, dan tidak ada pasokan saraf besar. Apabila tidak memungkinkan, vena chepalicaatau vena basilica bisa menjadi pilihan berikutnya. Venipuncture pada vena basilica harus dilakukan dengan hati-hati karena letaknya berdekatan dengan arteri brachialis dan syaraf median.

Jika vena cephalica dan basilica ternyata tidak bisa digunakan, maka pengambilan darah dapat dilakukan di vena di daerah pergelangan tangan. Lakukan pengambilan dengan dengan sangat hati-hati dan menggunakan jarum yang ukurannya lebih kecil.


Lokasi yang tidak diperbolehkan diambil darah adalah :

  • Lengan pada sisi mastectomy
  • Daerah edema
  • Hematoma
  • Daerah dimana darah sedang ditransfusikan
  • Daerah bekas luka
  • Daerah dengan cannula, fistula atau cangkokan vascular
  • Daerah intra-vena lines Pengambilan darah di daerah ini dapat menyebabkan darah menjadi lebih encer dan dapat meningkatkan atau menurunkan kadar zat tertentu.
Ada dua cara dalam pengambilan darah vena, yaitu cara manual dan cara vakum. Cara manual dilakukan dengan menggunakan alat suntik (syring), sedangkan cara vakum dengan menggunakan tabung vakum (vacutainer).

Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam pengambilan darah vena adalah :
  • Pemasangan turniket (tali pembendung)
    • pemasangan dalam waktu lama dan terlalu keras dapat menyebabkan hemokonsentrasi (peningkatan nilai hematokrit/PCV dan elemen sel), peningkatan kadar substrat (protein total, AST, besi, kolesterol, lipid total)
    • melepas turniket sesudah jarum dilepas dapat menyebabkan hematoma
  • Jarum dilepaskan sebelum tabung vakum terisi penuh sehingga mengakibatkan masukknya udara ke dalam tabung dan merusak sel darah merah.
  • Penusukan
    • penusukan yang tidak sekali kena menyebabkan masuknya cairan jaringan sehingga dapat mengaktifkan pembekuan. Di samping itu, penusukan yang berkali-kali juga berpotensi menyebabkan hematoma.
    • tutukan jarum yang tidak tepat benar masuk ke dalam vena menyebabkan darah bocor dengan akibat hematoma
  • Kulit yang ditusuk masih basah oleh alkohol menyebabkan hemolisis sampel akibat kontaminasi oleh alcohol, rasa terbakar dan rasa nyeri yang berlebihan pada pasien ketika dilakukan penusukan.
Ø  Pengambilan Darah Vena dengan Syring

Pengambilan darah vena secara manual dengan alat suntik (syring) merupakan cara yang masih lazim dilakukan di berbagai laboratorium klinik dan tempat-tempat pelayanan kesehatan. Alat suntik ini adalah sebuah pompa piston sederhana yang terdiri dari sebuah sebuah tabung silinder, pendorong, dan jarum. Berbagai ukuran jarum yang sering dipergunakan mulai dari ukuran terbesar sampai dengan terkecil adalah : 21G, 22G, 23G, 24G dan 25G.

Pengambilan darah dengan suntikan ini baik dilakukan pada pasien usia lanjut dan pasien dengan vena yang tidak dapat diandalkan (rapuh atau kecil).

Prosedur :
  • Persiapkan alat-alat yang diperlukan : syring, kapas alkohol 70%, tali pembendung (turniket), plester, dan tabung. Untuk pemilihan syring, pilihlah ukuran/volume sesuai dengan jumlah sampel yang akan diambil, pilih ukuran jarum yang sesuai, dan pastikan jarum terpasang dengan erat.
  • Lakukan pendekatan pasien dengan tenang dan ramah; usahakan pasien senyaman mungkin.
  • Identifikasi pasien dengan benar sesuai dengan data di lembar permintaan.
  • Verifikasi keadaan pasien, misalnya puasa atau konsumsi obat. Catat bila pasien minum obat tertentu, tidak puasa dsb.
  • Minta pasien meluruskan lengannya, pilih lengan yang banyak melakukan aktifitas.
  • Minta pasien mengepalkan tangan.
  • Pasang tali pembendung (turniket) kira-kira 10 cm di atas lipat siku.
  • Pilih bagian vena median cubital atau cephalic. Lakukan perabaan (palpasi) untuk memastikan posisi vena; vena teraba seperti sebuah pipa kecil, elastis dan memiliki dinding tebal. Jika vena tidak teraba, lakukan pengurutan dari arah pergelangan ke siku, atau kompres hangat selama 5 menit daerah lengan.
  • Bersihkan kulit pada bagian yang akan diambil dengan kapas alcohol 70% dan biarkan kering. Kulit yang sudah dibersihkan jangan dipegang lagi.
  • Tusuk bagian vena dengan posisi lubang jarum menghadap ke atas. Jika jarum telah masuk ke dalam vena, akan terlihat darah masuk ke dalam semprit (dinamakan flash). Usahakan sekali tusuk kena.
  • Setelah volume darah dianggap cukup, lepas turniket dan minta pasien membuka kepalan tangannya. Volume darah yang diambil kira-kira 3 kali jumlah serum atau plasma yang diperlukan untuk pemeriksaan.
  • Letakkan kapas di tempat suntikan lalu segera lepaskan/tarik jarum. Tekan kapas beberapa sat lalu plester selama kira-kira 15 menit. Jangan menarik jarum sebelum turniket dibuka.
Ø 
Pengambilan Darah Vena Dengan Tabung Vakum

Tabung vakum pertama kali dipasarkan oleh perusahaan AS BD (Becton-Dickinson) di bawah nama dagang Vacutainer. Jenis tabung ini berupa tabung reaksi yang hampa udara, terbuat dari kaca atau plastik. Ketika tabung dilekatkan pada jarum, darah akan mengalir masuk ke dalam tabung dan berhenti mengalir ketika sejumlah volume tertentu telah tercapai.

Jarum yang digunakan terdiri dari dua buah jarum yang dihubungkan oleh sambungan berulir. Jarum pada sisi anterior digunakan untuk menusuk vena dan jarum pada sisi posterior ditancapkan pada tabung. Jarum posterior diselubungi oleh bahan dari karet sehingga dapat mencegah darah dari pasien mengalir keluar. Sambungan berulir berfungsi untuk melekatkan jarum pada sebuah holder dan memudahkan pada saat mendorong tabung menancap pada jarum posterior.

Keuntungan menggunakan metode pengambilan ini adalah, tak perlu membagi-bagi sampel darah ke dalam beberapa tabung. Cukup sekali penusukan, dapat digunakan untuk beberapa tabung secara bergantian sesuai dengan jenis tes yang diperlukan. Untuk keperluan tes biakan kuman, cara ini juga lebih bagus karena darah pasien langsung dapat mengalir masuk ke dalam tabung yang berisi media biakan kuman. Jadi, kemungkinan kontaminasi selama pemindahan sampel pada pengambilan dengan cara manual dapat dihindari.

Kekurangannya sulitnya pengambilan pada orang tua, anak kecil, bayi, atau jika vena tidak bisa diandalkan (kecil, rapuh), atau jika pasien gemuk. Untuk mengatasi hal ini mungkin bisa digunakan jarum bersayap (winged needle).

Jarum bersayap atau sering juga dinamakan jarum “kupu-kupu” hampir sama dengan jarum vakutainer seperti yang disebutkan di atas. Perbedaannya adalah, antara jarum anterior dan posterior terdapat dua buah sayap plastik pada pangkal jarum anterior dan selang yang menghubungkan jarum anterior dan posterior. Jika penusukan tepat mengenai vena, darah akan kelihatan masuk pada selang (flash).


Prosedur :
  • Persiapkan alat-alat yang diperlukan : jarum, kapas alkohol 70%, tali pembendung (turniket), plester, tabung vakum.
  • Pasang jarum pada holder, pastikan terpasang erat.
  • Lakukan pendekatan pasien dengan tenang dan ramah; usahakan pasien senyaman mungkin.
  • Identifikasi pasien dengan benar sesuai dengan data di lembar permintaan.
  • Verifikasi keadaan pasien, misalnya puasa atau konsumsi obat. Catat bila pasien minum obat tertentu, tidak puasa dsb.
  • Minta pasien meluruskan lengannya, pilih lengan yang banyak melakukan aktifitas.
  • Minta pasien mengepalkan tangan.
  • Pasang tali pembendung (turniket) kira-kira 10 cm di atas lipat siku.
  • Pilih bagian vena median cubital atau cephalic. Lakukan perabaan (palpasi) untuk memastikan posisi vena; vena teraba seperti sebuah pipa kecil, elastis dan memiliki dinding tebal. Jika vena tidak teraba, lakukan pengurutan dari arah pergelangan ke siku, atau kompres hangat selama 5 menit daerah lengan.
  • Bersihkan kulit pada bagian yang akan diambil dengan kapas alcohol 70% dan biarkan kering. Kulit yang sudah dibersihkan jangan dipegang lagi.
  • Tusuk bagian vena dengan posisi lubang jarum menghadap ke atas. Masukkan tabung ke dalam holder dan dorong sehingga jarum bagian posterior tertancap pada tabung, maka darah akan mengalir masuk ke dalam tabung. Tunggu sampai darah berhenti mengalir. Jika memerlukan beberapa tabung, setelah tabung pertama terisi, cabut dan ganti dengan tabung kedua, begitu seterusnya.
  • Lepas turniket dan minta pasien membuka kepalan tangannya. Volume darah yang diambil kira-kira 3 kali jumlah serum atau plasma yang diperlukan untuk pemeriksaan.
  • Letakkan kapas di tempat suntikan lalu segera lepaskan/tarik jarum. Tekan kapas beberapa sat lalu plester selama kira-kira 15 menit. Jangan menarik jarum sebelum turniket dibuka.


Ø  Menampung Darah Dalam Tabung

Beberapa jenis tabung sampel darah yang digunakan dalam praktek laboratorium klinik adalah sebagai berikut :
  • Tabung tutup merah. Tabung ini tanpa penambahan zat additive, darah akan menjadi beku dan serum dipisahkan dengan pemusingan. Umumnya digunakan untuk pemeriksaan kimia darah, imunologi, serologi dan bank darah (crossmatching test)
  • Tabung tutup kuning. Tabung ini berisi gel separator (serum separator tube/SST) yang fungsinya memisahkan serum dan sel darah. Setelah pemusingan, serum akan berada di bagian atas gel dan sel darah berada di bawah gel. Umumnya digunakan untuk pemeriksaan kimia darah, imunologi dan serologi
  • Tabung tutup hijau terang. Tabung ini berisi gel separator (plasma separator tube/PST) dengan antikoagulan lithium heparin. Setelah pemusingan, plasma akan berada di bagian atas gel dan sel darah berada di bawah gel. Umumnya digunakan untuk pemeriksaan kimia darah.
  • Tabung tutup ungu atau lavender. Tabung ini berisi EDTA. Umumnya digunakan untuk pemeriksaan darah lengkap dan bank darah (crossmatch)
  • Tabung tutup biru. Tabung ini berisi natrium sitrat. Umumnya digunakan untuk pemeriksaan koagulasi (mis. PPT, APTT)
  • Tabung tutup hijau. Tabung ini berisi natrium atau lithium heparin, umumnya digunakan untuk pemeriksaan fragilitas osmotik eritrosit, kimia darah.
  • Tabung tutup biru gelap. Tabung ini berisi EDTA yang bebas logam, umumnya digunakan untuk pemeriksaan trace element (zink, copper, mercury) dan toksikologi.
  • Tabung tutup abu-abu terang. Tabung ini berisi natrium fluoride dan kalium oksalat, digunakan untuk pemeriksaan glukosa.
  • Tabung tutup hitam ; berisi bufer sodium sitrat, digunakan untuk pemeriksaan LED (ESR).
  • Tabung tutup pink ; berisi potassium EDTA, digunakan untuk pemeriksaan imunohematologi.
  • Tabung tutup putih ; potassium EDTA, digunakan untuk pemeriksaan molekuler/PCR dan bDNA.
  • Tabung tutup kuning dengan warna hitam di bagian atas ; berisi media biakan, digunakan untuk pemeriksaan mikrobiologi - aerob, anaerob dan jamur


Beberapa hal penting dalam menampung sampel darah adalah :

  • Darah dari syring atau suntikan harus dimasukkan ke dalam tabung dengan cara melepas jarum lalu mengalirkan darah perlahan-lahan melalui dinding tabung. Memasukkan darah dengan cara disemprotkan, apalagi tanpa melepas jarum, berpotensi menyebabkan hemolisis. Memasukkan darah ke dalam tabung vakum dengan cara menusukkan jarum pada tutup tabung, biarkan darah mengalir sampai berhenti sendiri ketika volume telah terpenuhi.
  • Homogenisasi sampel jika menggunakan antikoagulan dengan cara memutar-mutar tabung 4-5 kali atau membolak-balikkan tabung 5-10 kali dengan lembut. Mengocok sampel berpotensi menyebabkan hemolisis.
  • Urutan memasukkan sampel darah ke dalam tabung vakum adalah : pertama - botol biakan (culture) darah atau tabung tutup kuning-hitam kedua - tes koagulasi (tabung tutup biru), ketiga - tabung non additive (tutup merah), keempat - tabung tutup merah atau kuning dengan gel separator atau clot activator, tabung tutup ungu/lavendet (EDTA), tabung tutup hijau (heparin), tabung tutup abu-abu (NaF dan Na oksalat).
Ø  Venipuncture pada anak-anak

Penggunaan Lidokain iontophoresis merupakan metode yang efektif untuk mengurangi rasa sakit dan mengurangi kesusahan selama venipuncture pada pasien anak. Rapid anestesi dermal dapat dicapai oleh infiltrasi anestesi lokal, tapi mungkin menimbulkan kecemasan pada anak-anak takut dengan jarum atau merusak kulit, membuat akses vaskuler lebih sulit dan meningkatkan resiko terkena jarum pada petugas kesehatan. Dermal anestesi juga dapat dicapai tanpa jarum oleh aplikasi topikal anestesi lokal (misalnya, EMLA ®, ASTRA Farmasi, Sodertalje, Swedia) atau dengan iontophoresis lidocaine. Sebaliknya, anestesi dermal noninvasive dapat didirikan dalam 5-15 menit tanpa mengganggu jaringan di bawahnya oleh iontophoresis lidocaine, dimana arus listrik langsung memfasilitasi penetrasi dermal lidocaine molekul yang bermuatan positif jika ditempatkan di bawah elektroda positif.

Satu studi itu menyimpulkan bahwa administrasi iontophoretic lidocaine aman dan efektif dalam memberikan anestesi dermal untuk venipuncture pada anak-anak 6-17 tahun. Teknik ini mungkin tidak berlaku untuk semua anak. Penelitian selanjutnya dapat memberikan informasi tentang iontophoretic dosis minimum yang efektif untuk anestesi dermal pada anak-anak dan perbandingan efektifitas anestesi dan kepuasan iontophoresis lidokain dengan krim anestesi topikal dan infiltrasi subkutan.


Minggu, 15 September 2013

asuhan keperawatan DHF pada ANAK

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
DHF (Dengue Haemorraghic Fever) pada masyarakat awam sering disebut sebagai demam berdarah.
Menurut para ahli, demam berdarah dengue disebut sebagai penyakit (terutama sering dijumpai pada anak) yang disebabkan oleh virus Dengue dengan gejala utama demam,nyeri otot, dan sendi diikuti dengan gejala pendarahan spontan seperti ; bintik merah pada kulit,mimisan, bahkan pada keadaan yang parah disertai muntah atau BAB berdarah.
Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Famili Flaviviridae,dengan genusnya adalah flavivirus. Virus ini mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda, tergantung dari serotipe virus Dengue. Morbiditas penyakit DBD menyebar di negara-negara Tropis dan Subtropis.
Disetiap negara penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang berbeda. Di Indonesia Penyakit DBD pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dan sekarang menyebar keseluruh propinsi di Indonesia. Timbulnya penyakit DBD ditenggarai adanya korelasi antara strain dan genetik, tetapi akhir-akhir ini ada tendensi agen penyebab DBD disetiap daerah berbeda. Hal ini kemungkinan adanya faktor geografik, selain faktor genetik dari hospesnya. Selain itu berdasarkan macam manifestasi klinik yang timbul dan tatalaksana DBD secara konvensional sudah berubah. Infeksi virus Dengue telah menjadi masalah kesehatan yang serius pada banyak negara tropis dan sub tropis.
1.2 Metode Penulisan
Dalam pembuatan makalah ini, menggunakan metode kepustakaan. Mengkaji pustaka terhadap bahan–bahan kepustakaan yang sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam makalah ini. Sebagai referensi juga diperoleh dari situs web internet yang membahas mengenai DHF.





BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Penyakit
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) atau dema berdarah adalah penyakit menular yang di sebabkan  oleh virus dengue dan di tularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. Penyakit ini dspat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian, terutama kepada anak. Penyakit ini juga sering menimbulkan kejadian luar biasa atau wabah.
Penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue ( DBD ) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah virus dengue. Di Indonesia, virus tersebut sampai saat ini telah diisolasi menjadi 4 serotipe virus dengue yang termasuk dalam grup B dari arthropedi borne viruses (Arboviruses), yaitu DEN-1,DEN-2,DEN-3, dan DEN-4. Ternyata DEN-2 dan DEN-3 merupakan serotipe yang menjadi penyebab terbanyak. Di Thailand, dilaporkan bahwa serotipe DEN-2 adalah dominan. Sementara di Indonesia, yang terutama dominan adalah DEN-3, tetapi akhir-akhir ini ada kecenderungan dominasi DEN-2.
Infeksi oleh salah satu serotipe menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan, tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe lain. Virus dengue ini terutama ditularkan melalui vektor nyamuk aedes aegypti. Nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensi, dan beberapa spesies lain kurang berperan. Jenis nyamuk ini terhadap hampir di seluruh Indonesia kecuali di ketinggian lebih dari 1000 m di atas permukaan laut.
Mekanisme sebenarnya mengenai patofisiologi, hemodinamika, dan biokimia DHF hingga kiri belum diketahui secara pasti. Sebagian besar sarjana masih menganut The Secondary Heterologous Infection Hypothesis atau The Sequential Infection Hypothesis dari Halsteel yang menyatakan bahwa DHF dapat terjadi bila seseorang setelah terinfeksi dengue untuk pertama kalinya mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berbeda.
Fenomena patofisiologis utama yang menentukan berat penyakit yang membedakan DHF dari dengue klasik adalah meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, serta terjadinya hipotensi. Trombositopeni dan diastesis hemorrhagik. Pada kasus berat , renjatan terjadi secara akut dan nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Ada dugaan bahwa renjatan terjadi sebagai akibat dari kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler melalui kapiler yang rusak, sehingga mengakibatkan menurunnya volume plasma dan meningkatnya nilai hematokrit. Bukti dugaan ini adalah ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa, yaitu rongga peritonium, pleura, dan perikard yang ternyata melebihi pemberian cairan infus, serta terjadinya bendungan pembuluh darah paru. Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari awal demam sampai puncaknya pada masa renjatan.     
Trombositopeni yang hebat, gangguan fungsi trombosit, dan kelainan fungsi koagulasi merupakan penyebab utama terjadinya perdarahan. Perdarahan kulit umumnya disebabkan oleh factor kapiler dan trombositopeni, sedangkan perdarahan masih diakibatkan oleh kelainan yang lebih kompleks, yaitu trombositopeni, gangguan faktor pembekuan, dan mungkin juga faktor DIC. 
Patogenesis DHF berkaitan dengan system komplemen,yaitu system dalam sirkulasi darah yang terdiri dari 11 komponen protein dengan bentuk tidak aktif dan labil terhadap panas. Sebagai reaksi tehadap infeksi,terjadi aktivasi  komplemen sehingga dilepaskanlah anafilaktoksin C3a dan C5a yang mampu membebaskan histamine sebagai mediator kuat dalam peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah,dan bereperan dalam terjadinya renjatan. Seperti pada infeksi virus yang lain ,infeksi virus dengue juga merupakan self limiting infektious disease yang akan berakhir sekitar 2-7 hari.
Infeksi virus dengue mengakibatkan manipestasi klinis yang berpariasi mulai dari asimtomatik , yang merupakan penyakit yang paling ringan ( mild undifferentiated febrile illness) demam dengue( dengue fever) , demam berdarah dengue (DBD) , atau dengue hemoragik fever (DHF) sampai syndrome syok dengue(SSD) . walaupun secara epidemiologis infeksi ringan lebih banyak terjadi,tetapi pada awal penyakit hamper tiidak mungkin membedaakan antara infeksi ringan atau berat.
Bentuk ringan dengue menyerang semua golongan umur dan bermanifestasi lebih berat pada orang dewasa. Demam dengue pada bayi dan anak berupa demem ringan yg disertai dengan timbulnya ruam makulopapular. Pada anak besar dan dewasa, penyakit ini dikenal sindrom triasdengue, yang berupa demam tinggi dan mendadak nyeri pada anggota badan(kepala,bola mata,punggung dan sendi) dan timbulnya ruam makulopapular.pasien dengan penyakit demam dengue biasanya sembuh tanpa adanya gejala sisa.
Kasus DHF ditandai oleh manifestasi klinis,yaitu : demam tinggi dan mendadak yang dapat mencapai 400 c atau lebih atau terkadang disertai dengan kejang demam ,sakit kepala,anoreksia,muntah muntah atau vomiting,epigastric discomfort,nyeri perut kanan atas atau seluruh bagian perut dan pendarahan, terutama pendarahan kulit, walaupun hanya berupa uji tourniquet positif.selain itu,pendaharahan kulit dapat terwujud memar atau dapat juga berupa pendarahan spontan mulai dari petechiae atau muncul pada hari-hari pertama demam dan berlangsung selama 3-6 hari pada ekstremitas,tubuh,dan muka, sampai epistaksis dan pendarahan gusi. Sementara pendarahan gastro intestinal masih lebih jarang terjadi dan biasnya hanya terjadi pada kasus dengan syok yang berkepanjangan atau setelah syok yang tidak teratasi. Pendarahan lain seperti pendarahan sub konjungtiva terkadang juga ditemukan.pada masa kovalesen sering kali ditemukan eritema pada telapak tangan dan kaki dan hepatomegaly.hepatomegali pada umumnya dapat diraba pada permulaan penyakit dan pembesaran hati ini tidak sejajar dengan beratnya penyakit.nyeri tekan sering kali ditemukan tanpa icterus maupun kegagalan peredaran darah ( circulatory failure).
2.2 Diagnosa DHF menurut patokan yang ditetapkan WHO (1997), yaitu:
1.         Demam tinggi mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari.
2.         Manifestasi perdarahan, termasuk paling tidak uji tourniquet positif dan bentuk lain perdarahan/perdarahan spontan (petechia, purpura, echimosis, epistaksis, perdarahan gusi) dan hematemesis melena.
3.         Pembesaran hati.
4.         Syok, yang ditandai dengan nadi lemah dan cepat disertai dengan tekanan nadi yang menurun (20 mmHg atau kurang), tekanan darah yang menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang), dan kulit yang teraba dingin dan lembab, terutama pada ujung hidung, jari, dan kaki. Penderita gelisah serta timbul sianosis disertai mulut. 
Pada awal penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus atau protozoa seperti demam tipoid, campak, influenza, hepatitis, demam chikungunya, leptospirosis, dan malaria. Adanya tombositopenia yang jelas disertai dengan hemokonsentrasi membedakan DHF dari penyakit-penyakit lain. Diagnosa banding lain adalah sepsis, meningitis, meningocele, idiophatic trombosytopenic purpura (ITP), leukimia, dan anemia aplastik.
Demam Chikungunya (DC) sangat menular dan biasanya menyerang seluruh keluarga dengan gejala demam mendadak. Masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, dan hamper selalu di ikuti dengan ruam makulapopular, infeksi konjungtiva, serta sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji bending positif, petekia, dan epistaksinya hampir sama dengan DHF. Pada DC tidak ditemukan perdarahan gastroinstestinal dan syok.  
Hari-hari pertama ITP berbeda dengan DHF karena pada ITP demam cepat menghilang dan tidak di jumpai hemokonsentrasi. Sedangkan pada fase penyembuhan perbedaannya teletak pada jumlah trombosit yang lebih cepat kembali pada DHF.
Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastic. Pada leukemia, demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat anemis. Sementara pada anemia aplastik, anak sangat anemis dan demam timbul karena infeksi sekunder.
Kematian oleh demam dengue hamper tidak ada, sebaliknya pada DHF atau DSS mortalitasnya cukup tinggi. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang dan Jakarta memperlihatkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit umumnya lebih ringan dibandingkan dengan pada anak-anak.
Untuk memutuskan rantai penularan, pemberantasan vektor dianggap merupakan cara yang paling memadai saat ini. Vektor dengue, khususnya Aedes Aegypti, sebenarnya mudah diberantas karena sarang-sarangnya terbatas di tempat-tempat yang berisi air bersih dengan jarak terbang maksimal 100 m. tetapi karena vektor tersebar luas, untuk keberhasilan pemberantasan tersebut diperlukan total coverage (meliputi seluruh wilayah) agar nyamuk tak dapat berkembang biak lagi.   
2.3 Klasifikasi
a.        Derajat I :
Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji turniket positi, trombositopeni dan hemokonsentrasi.
b.        Derajat II :
Manifestasi klinik pada derajat I dengan manifestasi perdarahan spontan di bawah kulit seperti peteki, hematoma dan perdarahan dari lain tempat.
c.         Derajat III :
Manifestasi klinik pada derajat II ditambah dengan ditemukan manifestasi kegagalan system sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah, hipotensi dengan kulit yang lembab, dingin dan penderita gelisah.


d.        Derajat IV :
Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan ditemukan manifestasi renjatan yang berat dengan ditandai tensi tak terukur dan nadi tak teraba.
2.4 Pemeriksaan penunjang
a.        Darah
1)        Trombosit menurun.
2)        HB meningkat lebih 20 %.
3)        HT meningkat lebih 20 %.
4)        Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3.
5)        Protein darah rendah.
6)        Ureum PH bisa meningkat.
7)        NA dan CL rendah.
b.        Serology : HI (hemaglutination inhibition test).
1)        Rontgen thorax : Efusi pleura.
2)        Uji test tourniket (+)

2.5 Penatalaksanaan
a.        Tirah baring
b.        Pemberian makanan lunak .
c.         Pemberian cairan melalui infus.
Pemberian cairan intra vena (biasanya ringer lactat, nacl) ringer lactate merupakan cairan intra vena yang paling sering digunakan , mengandung Na + 130 mEq/liter , K+ 4 mEq/liter, korekter basa 28 mEq/liter , Cl 109 mEq/liter dan Ca = 3 mEq/liter.
d.        Pemberian obat-obatan: antibiotic, antipiretik,
e.         Anti konvulsi jika terjadi kejang
f.          Monitor tanda-tanda vital ( T,S,N,RR).
g.        Monitor adanya tanda-tanda renjatan
h.        Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut
i.          Periksa HB,HT, dan Trombosit setiap hari.




BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1.      Identitas pasien
Nama, umur ( pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia kurang dari 15 tahun ), jenis kelamin, alamat , pendidikan , nama orang tua , pendidikan orang tua , dan pekerjaan orang tua.
2.      Keluhan Utama
Alasan / keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang ke rumah sakit adalah panas tinggi dan anak lemah.
3.      Riwayat Penyakit Sekarang
Di dapatkan adanya keluhan panas mendadak yang di sertai menggigil dan saat demam kesadaran compos mentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke 3 dan ke 7 , dan anak semakin lemah. Kadang-kadang di sertai dengan keluhan batuk, filek, nyeri telan, mual, muntah, anorexia, diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakanbola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi ( grade III, IV ), melena, atau hematemesis.
4.      Riwayat penyakit yang pernah di derita
Penyakit apa saja yang pernah di derita. Pada DHF, anak bisa mengalami serangan ulang DHF dengan tipe virus yang lain.
5.      Riwayat Imunasasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan timbulnya komplikasi dapat di hindarkan.
6.      Riwayat Gizi
Status gizi anak yang menderita DHF dapat bervariasi. semua anak dengan status gizi baik maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor predisposisinya. Anak yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya menjadi kurang.
7.      Kondisi lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang bersih seperti air yang menggenang dan gantungan baju di kamar.
8.      Pola kebiasaan
1)      Nutrisi dan metabolisme frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan berkurang, dan nafsu makan menurun.
2)      Eliminasi alvi ( buang air besar ). Kadang-kadang anak mengalami diare / konstipasi. sementara DHF pada grade III-IV bisa terjadi melena.
3)      Eliminasi urine ( buang air kecil ) perlu di kaji apakah sering kencing, sedikit / banyak, sakit / tidak. pada DHF garade IV sering terjadi hematuria.
4)      Tidur dan istirahat. Anak sering mengalami kurang tidur karena mengalami sakit / nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan kualitas tidur maupun istirahatnya kurang.
5)      Kebersihan. Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan cenderung kurang terutama untuk membesihkan tempat sarang nyamuk aedes aegypti.
6)      Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk menjaga kesehatan.
9.      Pemeriksaan fisik. Meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan (grade) DHF, keadaan fisik anak adalah sebagai berikut.
1)      Grade I : Kesadaran kompos mentis, keadaaan umum lemah, tanda-tanda vital dan nadi lemah.
2)      Grade II : Kesadaran kompos mentis , keadaaan uum lemah, ada perdarahan spontan ptekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.
3)      Grade III : kesadaran apatis, somenolen, keadaan umum lemah, nadi lemah, kecil, dan tidak teratur, serta tensi menurun.
4)      Grade IV : Kesadaran koma, tanda-tanda vital : nadi tidak teraba, tensi tidak terukur, pernafasan tidak teratur, ekstremitas dingin , berkeringat, dan kulit tampak biru.
10.  Sistem Integumen:
1)      Adanya petekia pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat dingin, dan lembab.
2)      Kuku sianosis / tidak
3)      Kepala dan leher.
Kepala terasa  nyeri, muka tampak kemerahan karena demam  ( flusy ), mata anemis, hidung kadang mengalamiperdarahan ( epistaksis ) pada grade II,III,IV, pada mulut di dapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokan mengalami hypertemia pharing dan terjadi perdarahan telinga ( pada grade II,III,IV ).
4)      Dada
Bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. pada fhoto thorax terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan ( efusi pleura ), Rales +, rhonkhi + yang biasanya terdapat grade III dan IV.
5)      Abdomen, mengalami nyeri tekan, pembesaran hati ( hepatomegali ), dan asietas.
6)      Ekstremitas, akral dingin, serta terjadi nyeri otot , sendi, serta tulang.
11.  Pemeriksaan Laboratorium.
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan di jumpai:
1)      HB dan PCV meningkat ( > 20 % )
2)      Trombositopenia ( < 100.000/ml )
3)      Leukopenia ( mungkin normal atau lekositosis )
4)      lg. D . dengue fositif
5)      Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukan : hipoproteinemi, hipokloremia, dan hiponatremia.
6)      Urium dan PH darah mungkin meningkat.
7)      Asidosis metabolik : pCO2 <35-40 mmHg dan HCO3 rendah.
8)      SGOT/SGPT mungkin meningkat.

3.2  Diagnosa keperawatan.
a.        Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit/ viremia.
b.        Nyeri berhubungan dengan proses patologi penyakit.
c.         Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma, evaforasi, intake tidak adekuat
d.        Risiko tinggi terjadinya perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.
e.         Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
f.          Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan.
g.        Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, diet dan perawatan pasien DHF berhubungan dengan kurangnya informasi.
3.3    Intervensi dan Rasional
a.        Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit/ viremia.
Intervensi:
1)        Observasi tanda – tanda vital klien : suhu, nadi, tensi, pernapasan, tiap 4 jam atau lebih sering
R/ Tanda –tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
2)        Beri penjelasan tentang penyebab demam atau peningkatan suhu tubuh
R/ Penjelasan tentang kondisi yang dialami klien dapat membantu klien/keluarga mengurangi kecemasan yang timbul.
3)        Menjelaskan pentingnya tirah baring bagi pasien dan akibatnya jika hal tersebut tidak dilakukan.
R/ Penjelasan yang diberikan akan memotivasi klien untuk kooperatif.
4)        Menganjurkan pasien untuk banyak minum ± 2,5 ltr/24 jam dan jelaskan manfaatnya bagi pasien.
R/ Peningkatan suhu tubuh akan menyebabkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak.
5)        Berikan kompres hangat pada kepala dan axilla
R/      Pemberian kompres akan membantu menurunkan suhu tubuh.
6)        Kolaborasi: Pemberian antipiretik
R/      Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.
b.        Nyeri berhubungan dengan proses patologi penyakit.
Intervensi:
1)        Kaji tingkat nyeri yang dialami klien.
R/      Untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami klien.
2)        Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi klien terhadap nyeri (budaya, pendidikan,dll)
R/      Reaksi klien terhadap nyeri dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, dengan mengetahui faktor tersebut maka perawat dapat melakukan intervensi sesuai masalah klien.
3)        Berikan posisi nyaman, dan citakan lingkungan yang tenang.
R/      Untuk mengurangi rasa nyeri
4)        Berikan suasana gembira bagi klien, lakukan teknik distraksi, atau teknik relaksasi.
R/      Dengan teknik distraksi atau relaksasi, klien sedikit melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami.
5)        Beri kesempatanklien untuk berkomunikasi dengan orang terdekat.
R/      Berhubungan dengan orang terdekat dapat membuat klien teralih perhatiannya dari nyeri yang dialami.
6)        Kolaborasi: Berikan obat-obat analgetik
R/ Obat analgetik dapat mengurangi atau menekan nyeri klien.
c.         Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma, evaforasi, intake tidak adekuat.
Intervensi:
1)        Kaji keadaan umum klien 9pucat, lemah, taki kardi), serta tanda –tanda vital.
R/      Menetapkan data dasar, untuk mengetahui dengan cepat penyimpangan dari keadaan normalnya.
2)        Observasi adanya tanda – tanda syok
R/      Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani syok yang dialami klien.
3)        Anjurkan klien untuk banyak minum.
R/      Asupan cairan sangat diperluakan untuk menambah volume cairan tubuh.
4)        Kaji tanda dan gejala dehidrasi/hipovolemik (riwayat muntah, diare, kehausan, turgor jelek).
R/      Untuk mengetahui penyebab defisit volume cairan.
5)        Kaji masukan dan haluaran cairan.
R/      Untuk mengetahui keseimbangan cairan.
6)        Kolaborasi : Pemberian cairan intra vena sesuai indikasi.
R/      Pemberian cairan intra vena sangat penting bagi klien yang mengalami defisit volume cairan dengan keadaan umum yang buruk untuk rehidrasi.
d.        Risiko tinggi terjadinya perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.
Intervensi:
1)        Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai dengan tanda-tanda klinis.
R/ Penurunan jumlah trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan perdarahan.
2)        Beri penjelasan tentang pengaruh trombositopenia pada klien.
R/      Agar klien/keluarga mengetahui hal hal yang mungkin terjadi padaklien dan dapat membantu mengantisipasi terjadinya perdarahan.
3)        Anjurkan klien untuk banyak istirahat.
R/ Aktivitas klien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.
4)        Beri penjelasan pada klien/keluarga untuk segera melaporkan tanda-tanda perdarahan (hematemesis,melena, epistaksis).
R/      Keterlibatan keluarga akan sangat membantu klien mendapatkan penanganan sedini mungkin.
5)        Antisipasi terjadinya perdarahan ( sikat gigi lunak, tindakan incvasif dengan hati-hati).
R/      Klien dengan trombositopenia rentan terhadap cedera/perdarahan.
e.         Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
Intervensi:
1)        Kaji keluhan mual, muntah, dan sakit menelan yang dialami klien
R/      Untuk menetapkan cara mengatasinya.
2)        Kaji cara/pola menghidangkan makanan klien
R/      Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan klien.
3)        Berikan makanan yang mudah ditelan seperti: bubur dan dihidangkan saat masih hangat.
R/      Membantu mengurangi kelelahan klien dan meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.
4)        Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering
R/      Untuk menghindari mual dan muntah serta rasa jenuh karena makanan dalam porsi banyak.
5)        Jelaskan manfaat nutrisi bgi klien terutama saat sakit.
R/      UntukMeningkatkan pengetahan klien tentang nutrisi sehingga motivasi untuk makan meningkat.
6)        Catat jumlah porsi yang dihabiskan klien.
R/      Mengetahui pemasukan/pemenuhan nutrisi klien.
f.          Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan.
Intervensi:
1)        Mengkaji keluhan klien
R/ Untuk mengidentifikasi masalah-masalah klien.
2)        Kaji hal-hal yang mampu/tidak mampu dilakukan oleh klien sehubungan degan kelemahan fisiknya.
R/      Untuk mengetahui tingkat ketergantungan klien dalam memenuhi kebutuhannya.
3)        Bantu klien memenuhi kebutuhan aktivitasnya sesuai dengan tingkat keterbatasan klien seperti mandi, makan, eliminasi.
R/      Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh klien pada saat kondisinya lemah tanpa membuat klien mengalami ketergantungan pada perawat.
4)        Bantu klien untuk mandiri sesuai dengan perkembangan kemajuan fisiknya.
R/      Dengan melatih kemandirian klien, maka klien tidak mengalami ketergantungan.
5)        Letakkan barang-barang di tempat yang mudah dijangkau oleh klien.
R/      Akan membantu klien memenuhi kebutuhan sendiri tanpa bantuan orang lain.
g.        Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, diet dan perawatan pasien DHF berhubungan dengan kurangnya informasi.
Intervensi:
1)        Kaji tingkat pengetahuan klien/keluarga tentang penyakit DHF.
R/      Sebagai data fdasar pemberian informasi selanjutnya.
2)        Kaji latar belakang pendidikan klien/ keluarga.
R/      Untuk memberikan penjelasan sesuai dengan tingkat pendidikan klien/ keluarga sehingga dapat dipahami.
3)        Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan obat-obatan pada klien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
R/      Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehinggfa tidak terjadi kesalahpahaman.
4)        Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan dan manfaatnya pada klien.
R/      Dengan mengetahui prosedur/tindakan yang akan dilakukan dan manfaatnya, klien akan kooperatif dan kecemasannya menurun.
5)        Berikan kesempatan pada klien/ keluarga untuk menanyakan hal-hal yangingin diketahui sehubungan dengan penyakit yang diderita klien.
R/      Mengurangi kecemasan dan memotivasi klien untuk kooperatif.
6)        Gunakan leaflet atau gambar-gambar dalam memberikan penjelasan.
R/      Untuk membantu mengingat penjelasan yang telah diberikan karena dapat dilihat/ dibaca berulang kali.










BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Banyak cara untuk menurunkan insiden terjadinya DHF. Karena vektor dari DHF adalah nyamuk Aedes a, maka ada beberapa hal yang sebaiknya dilaksanakan untuk memutuskan rantai penyakit:
1.         Tanpa insektisida:
a.         menguras bak mandi,tempayan,drum,dll minimal seminggu sekali.
b.         menutup penampungan air rapat- rapat.
c.         membersihkan pekarangan dari kaleng bekas,botol bekas yang memungkinkan nyamuk bersarang.
2.         dengan insektisida:
a.         malathion untuk membunuh nyamuk dewasa: biasanya dengan fogging/pengasapan.
b.         abate untuk membunuh jentik nyamuk denan cara ditabur pada bejana- bejana tempat penampungan air bersih dengan dosis 1 gram Abate SG 1% per 10 liter air.

4.2 Saran
Penulis berharap semoga penyusunan makalah tentang Askep pada anak/bayi dengan DHF ini dapat memberikan ilmu dan pengetahuan dalam bidang pendidikan dan praktik keperawatan. Dan juga dengan makalah ini dapat menjadi acuan untuk tindakan proses keperawatan.









DAFTAR PUSTAKA

Asuhan keperawatan bayi dan anak ( untuk perawat dan bidan)

Mansjoer, arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III vol. 1. Jakarta : Media Aesculapius.