Rabu, 07 November 2012

imperialisme


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Imperialisme ialah sebuah kebijakan di mana sebuah negara besar dapat memegang kendali atau pemerintahan atas daerah lain agar negara itu bisa dipelihara atau berkembang. Sebuah contoh imperialisme terjadi saat negara-negara itu menaklukkan atau menempati tanah-tanah itu.

Perkataan Imperialisme muncul pertama kali Inggris pada akhir abad XIX. Disraeli, perdana menteri Inggris, ketika itu menjelmakan politik yang ditujukan pada perluasan kerajaan Inggris hingga suatu "impire" yang meliputi seluruh dunia. Politik Disraeli ini mendapat opisisi yang kuat. Golongan oposisi takut kalau-kjjbnjalau politik Disraeli itu akan menimbulkan krisis-krisis internasional. Karena itu mereka menghendaki pemusatan perhatian pemerintah pada pembangunan dalam negeri dari pada berkecipuhan dalam sola-soal luar negeri. Golongan oposisi ini disebut golongan " !" dan golongan Disraeli (Joseph Chamberlain, Cecil Rhodes) disebut golongan "Empire" atau golongan "Imperialisme". Timbulnya perkataan imperialis atau imperialisme, mula-mula hanya untuk membeda-bedakan golangan Disraeli dari golongan oposisinya, kemudian mendapat isi lain hingga mengandung arti seperti yang kita kenal sekarang.

Perkataan imperialisme berasal dari kata Latin "imperare" yang artinya "memerintah". Hak untuk memerintah (imperare) disebut "imperium". Orang yang diberi hak itu (diberi imperium) disebut "imperator". Yang lazimnya diberi imperium itu ialah raja, dan karena itu lambat-laun raja disebut imperator dan kerajaannya (ialah daerah dimana imperiumnya berlaku) disebut imperium. Pada zaman dahulu kebesaran seorang raja diukur menurut luas daerahnya, maka raja suatu negara ingin selalu memperluas kerajaannya dengan merebut negara-negara lain. Tindakan raja inilah yang disebut imperialisme oleh orang-orang sekarang, dan kemudian ditambah dengan pengertian-pengertian lain hingga perkataan imperialisme mendapat arti-kata yang kita kenal sekarang ini.
B. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penyusun menggunakan metode studi kepustakaan, yaitu dengan memperoleh materi dan mempelajari buku-buku referensi dan informasi dari media elektronik (internet) yang terkait dengan permasalahn keamanan dan ketertiban masyarakat.

C. Sistematika Penulisan
Pada penyusunan makalah ini, adapun sistematis penulisan ini terdiri dari III Bab yang tersusun secara sistematika yaitu: bab I (Pendahuluan, yang berisi ; latar belakang, metode penulisan, sistematika penulisan ),bab II (pembahasan), dan bab III ( penutup, berisi ; kesimpulan dan saran ).















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian  Imperialisme
Perkataan imperialisme berasal dari kata Latin "imperare" yang artinya "memerintah". Hak untuk memerintah (imperare) disebut "imperium". Orang yang diberi hak itu (diberi imperium) disebut "imperator". Yang lazimnya diberi imperium itu ialah raja, dan karena itu lambat-laun raja disebut imperator dan kerajaannya (ialah daerah dimana imperiumnya berlaku) disebut imperium. Pada zaman dahulu kebesaran seorang raja diukur menurut luas daerahnya, maka raja suatu negara ingin selalu memperluas kerajaannya dengan merebut negara-negara lain. Tindakan raja inilah yang disebut imperialisme oleh orang-orang sekarang, dan kemudian ditambah dengan pengertian-pengertian lain hingga perkataan imperialisme mendapat arti-kata yang kita kenal sekarang ini.
Jadi Imperialisme ialah sebuah kebijakan di mana sebuah negara besar dapat memegang kendali atau pemerintahan atas daerah lain agar negara itu bisa dipelihara atau berkembang. Sebuah contoh imperialisme terjadi saat negara-negara itu menaklukkan atau menempati tanah-tanah itu.
Imperialisme juga merupakan politik untuk menguasai (dengan paksaan) seluruh dunia untuk kepentingan diri sendiri yang dibentuk sebagai imperiumnya. "Menguasai" disini tidak perlu berarti merebut dengan kekuatan senjata, tetapi dapat dijalankan dengan kekuatan ekonomi, kultur, agama dan ideologi, asal saja dengan paksaan.
Aspek yang menyebabkan lahirnya imperialisme.
1. Keinginan untuk menjadi bangsa yang terbesar di seluruh dunia.
2. Perasaan sebagai bangsa yang istimewa di dunia (racial superiority).
3. Hasrat menyebarkan agama atau ideologi.
4. Letak suatu negara yang secara geografis dianggap menguntungkan.
5.Sebab-sebab ekonomi seperti keinginan mendapatkan kekayaan, ingin ikut dalam perdagangan dunia, ingin menguasai perdagangan, dan menjamin suburnya industri.


B.     Macam Imperialisme
Lazimnya imperialisme dibagi menjadi dua:
1.      Imperialisme Kuno (Ancient Imperialism). Inti dari imperialisme kuno adalah semboyan gold, gospel, and glory (kekayaan, penyebaran agama dan kejayaan). Suatu negara merebut negara lain untuk menyebarkan agama, mendapatkan kekayaan dan menambah kejayaannya. Imperialisme ini berlangsung sebelum revolusi industri dan dipelopori oleh Spanyol dan Portugal.
2.      Imperialisme Modern (Modern Imperialism). Inti dari imperialisme modern ialah kemajuan ekonomi. Imperialisme modern timbul sesudah revolusi industri. Industri besar-besaran (akibat revolusi industri) membutuhkan bahan mentah yang banyak dan pasar yang luas. Mereka mencari jajahan untuk dijadikan sumber bahan mentah dan pasar bagi hasil-hasil industri, kemudian juga sebgai tempat penanaman modal bagi kapital surplus
Jika mendasarkan pendangan kita pada sektor apa yang ingin direbut si imperialis, maka kita akan mendapatkan pembagian macam imperialisme yang lain, yaitu:
a.      Imperialisme politik
Imperialisme politik. Imperialisme hendak mengusai segala-galanya dari suatu negara lain. Negara yang direbutnya itu merupakan jajahan dalam arti yang sesungguhnya. Bentuk imperialisme politik ini tidak umum ditemui di zaman modern karena pada zaman modern paham nasionalisme sudah berkembang. Imperialisme politik ini biasanya bersembunyi dalam bentuk protectorate dan mandate.
Pada tanggal 4 November 1964, rezim diktator Shah atas saran Amerika mengasingkan Imam Khomeiniarsitek revolusi ke Turki. Eempat belas tahun berikutnya, di hari yang sama, 4 November 1978, sekelompok besar siswa dan mahasiswa revolusioner Iran dibunuhi oleh rezim Shah di depan Universitas Teheran. Pada akhirnya, pada tanggal 4 November 1979, Kedutaan Besar Amerika di Teheran yang disebut sarang intelijen Amerika dikuasai oleh para mahasiswa dan dengan demikian, 25 tahun dominasi Amerika di Irantelah berakhir untuk selamanya.Parlemen rakyat menamakan hari itu sebagai Hari Nasional Perlawanan Anti Imperialis. Karena melihat ketiga peristiwa tadi ada konotasinya dengan Amerika.

Poin penting dari penamaan Hari Nasional Perlawanan Anti Imperialis adalah kaitan ketiganya dalam koridor terbentuknya Revolusi Islam Iran. Tiga peristiwa yang terjadi pada tanggal yang sama, 4 November membuktikan satu kenyataan bahwa perlawanan rakyat Iran demi kemenangan Revolusi Islam tidak dapat dibatasi hanya beberapa bulan sebelum Revolusi Islam, namun punya akar sejarah lebih kurang 150 tahun lalu.
Setelah Perang Dunia II, kehadIran orang-orang Amerika di Iran semakin luas. Para pejabat tinggi Amerika dengan merancang dan melaksanakan kudeta anti pemerintahan nasionalis Doktor Mosaddegh pada bulan Agustus 1953 dan mengembalikan Shah ke kursi kekuasaaan, Amerika berhasil mengokohkan posisinya di Iran dan setelah itu, ribuan pakar Amerika di bidang ekonomi dan militer datang ke Iran. Semua ini menjadi kendala besar terwujudnya harapan bangsa Iran untuk lebih berkembang dan maju.
Ketika John F. Kennedy di awal dekade 1960 menjadi Presiden Amerika, demi mengokohkan posisi dan menjamin keamanan warganya, para pemodal dan perusahaan-perusahaan Amerika di Iran para pejabat Amerika pada bulan oktober 1964 memaksakan perjanjian memalukan Kapitulasi terhadap rakyat Iran.Bberdasarkan perjanjian Kapitulasi, semua penasehat Amerika di semua jabatan baik politik, maupun militer memiliki kekebalan politik dan peradilan di Iran. Imam Khomeinimerupakan sosok ulama pertama yang memprotes keras perjanjian ini karena menyadari dampak-dampak merugikan perjanjian Kapitulasi pada tanggal 26 Oktober 1964. Beliau membongkar tujuan-tujuan ekspansif Amerika di Iran dan menamakannya sebagai bukti perbudakan rakyat Iran sekaligus mengajak rakyat Iran menentang perjanjian tersebut.
Protes Imam Khomeiniterhadap kontrak Kapitulasi, merupakan reaksi pertama terhadap intervensi Amerika yang kian hari kian bertambah di Iran yang menyebabkan beliau diasingkan dari Iran pada tanggal 4 November 1964. Sekalipun pengasingan itu berhasil memisahkan perjuangan rakyat Iran dengan pemimpin revolusi, namun Imam Khomeiniselama 15 tahun masa pengasingannya tetap menjabarkan ideologi Revolusi Islam. Imam Khomeinisendiri memimpin perlawanan terhadap kekuatan imperialis dunia baik di dalam maupun di luar negeri. Perlawanan tak kenal lelah Imam Khomeinimembuahkan hasil kemenangan Revolusi Islam Iran pada bulan Februari 1979. Kemenangan Revolusi Islam melahirkan sebuah fenomena unik dalam sistem politik internasional. Sebuah sistem politik yang berlandaskan agama lahir ke dunia.
Di tengah-tengah memuncaknya perlawanan rakyat Iran, pada tanggal 4 November 1978 ribuan pelajar dan mahasiswa melakukan unjuk rasa di tehran sebagai bentuk protes atas kediktatoran rezim Pahlevi dan intervensi Amerika di Iran. Demonstrasi mereka direaksi keras oleh petugas keamanan rezim Pahlevi yang mengakibatkan sejumlah siswa tewas tertembak. Sejak saat itu, tanggal 4 November juga disebut Hari Pelajar Nasional Iran. setiap tahunnya para pelajar di seluruh Iran melakukan unjuk rasa memperingati peristiwa 4 November 1978 sambil menyatakan kebencian atas politik imperislisme di dunia.

Pendudukan Kedutaan Besar Amerika di Tehran yang dikenal sebagai sarang intelijen Amerika ini oleh sekelompok mahasiswa revolusioner dapat disebut peristiwa monumental dalam sejarah Revolusi Islam. Pendudukan sarang mata-mata Amerika itu terjadi pada tanggal 4 November 1979. Pendudukan Kedubes Amerika oleh para mahasiswa sejatinya bukti kemarahan rakyat Iran atas intervensi Amerika yang telah dimulai sejak Perang Dunia II.
Berdasarkan bukti-bukti yang telah dipublikasikan, Tehran menjadi pusat intelijen terbesar Amerika di Timur Tengah sekaligus pusat konspirasi anti Revolusi Islam. Dengan dasar ini pendudukan Kedubes Amerika bukan aksi penyerangan atas sebuah kedutaan asing, tapi langkah legal rakyat Iran dalam koridor mempertahankan negaranya. Aksi pendudukan itu sejatinya mengakhiri kehadiran dan konspirasi Amerika di Iran. Karena perlawanan rakyat Iran senantiasa anti penindasan di dalam negeri dan penjajahan di luar negeri. Tumbangnya rezim Pahlevi di bulan Februari 1979, lembaran penindasan di dalam negeri Iran telah ditutup untuk selamanya. Kehadiran Amerika di Iran juga harus diakhir sehingga citra perlawanan rakyat Iran dapat direalisasikan.
Tanggal 4 November sejatinya simbol sejarah perlawanan rakyat Iran anti sikap campur tangan kekuatan-kekuatan imperialis. Kini Revolusi Islam Iran telah berusia 32 tahun dan bangsa Iran tetap teguh melawan arogansi imperialisme dunia. Bangsa Iran tidak sudi tunduk pada politik dikte kekuatan-kekuatan besar. Keteguhan dan perlawanan menyeluruh bangsa Iran membela hak-hak legalnya dalam memanfaatkan energi nuklir untuk tujuan damai menjadi bukti sikap ini. Sebaliknya, permusuhan dan kebencian Amerika atas Iran selalu menemui jalan buntu dihadapan keteguhan rakyat Iran. Namun Amerika tidak tinggal diam, selalu saja mereka menunjukkannya dengan bentuk yang lain.
Rakyat Iran memperingati tanggal 4 November sebagai Hari Nasional Perlawanan Anti Imperialis dan pada saat yang sama politik arogansi dan ikut campur Amerika menuai kritikan di seluruh dunia. Para pejabat Amerika kini menjadi pribadi-pribadi paling dibenci di seluruh dunia.
Kenyataan itu membuktikan transformasi dunia sedang menuju ke arah kesadaran umum mengenai politik hegemoni para pejabat gedung putih di kancah politik internasional. Kini tiada hari tanpa unjuk rasa memprotes politik hegemoni Amerika di berbagai penjuru dunia. Mencermati fenomena ini, mayoritas pengamat politik internasional menyakini bahwa Presiden Amerika, Barack Obama harus mengubah citranya di mata internasional. Bila hal ini tidak segera dilakukan, Amerika akan lebih terisolasi di dunia internasional. Oleh karenanya, perlawanan anti politik campur tangan Amerika tidak terbatas dengan beberapa negara saja, tapi telah mendunia.
b.      Imperialisme Ekonomi
Imperialisme hendak menguasai hanya ekonominya saja dari suatu negara lain. Jika sesuatu negara tidak mungkin dapat dikuasai dengan jalan imperialisme politik, maka negara itu masih dapat dikuasai juga jika ekonomi negara itu dapat dikuasai si imperialis. Imperialisme ekonomi inilah yang sekarang sangat disukai oleh negara-negara imperialis untuk menggantikan imperialisme politik.
Globalisasi dipahami sebagai gejala ekonomi yang berupa ekspansi modal dan perdagangan ke seluruh dunia. Pelaku globalisasi adalah negara-negara industri maju. Dalam rangka penetrasi ekonomi untuk bisa melakukan dominasi itu, negara-negara maju berusaha mendiskreditkan peran negara, sebagai tidak efisien dan menindas kebebasan dan demokrasi. Namun di lain pihak, golongan borjuis justru ingin menguasai negara melalui politik uang yang berkedok demokrasi.
Jika golongan borjuis melalui partai politik dapat memenangkan pemilu, maka negara akan berperan sebagai  penyelenggara atau pelayan kepentingan kaum kapitalis-borjuis. Dalam realitas, kedaulatan tidak lagi dipegang oleh rakyat, melainkan di tangan kaum borjuis. Inilah yang disebut demokrasi borjuis, dan bukannya “demokrasi kerakyatan”. Kaum borjuis nasional ini, seperti ditunjukkan oleh negara-negara Amerika Latin, berperan sebagai komprador dalam melayani kepentingan perusahaan-perusahaan multinasional.
Disamping itu, globalisasi juga dipahami sebagai kerangka bagi ekspansi modal ke seluruh dunia. Liberalisasi perdagangan akan meningkatkan importasi teknologi dan barang modal dari negara industri  maju, dengan baju meningkatkan efisiensi. Kebutuhan importasi ini akan menyebabkan negara-negara sedang berkembang berhutang luar negeri dari lembaga donor internasional seperti IMF, Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia dan negara-negara maju yang kelebihan dana.Tanpa mempergunakan bahan baku dan teknologi negara maju, negara sedang berkembang tidak mungkin memproduksi barang yang kompetitif di pasar dunia, karena harga yang lebih mahal dan kualitas yang lebih rendah, jika mempergunakan barang buatan sendiri. Karena itu maka negara-negara sedang berkembang dipersilahkan bersaing di pasar bebas dan menerima hukum pasar bebas dan mengikuti prinsip yang disebut Sri Edi Swasono sebagai “kedaulatan pasar” dan bukannya “kedaulatan rakyat”  yang merupakan esensi demokrasi ekonomi itu.
Karena itu, globalisasi tidak lain adalah topeng dari bangkitnya imperialisme ekonomi yang dilancarkan negara-negara Barat melalui lembaga-lembaga multinasional yang dibentuknya seperti IMF, WTO, dan Bang Dunia. Melalui lembaga-lembaga itu, negara-negara Barat terus menggerogoti kedaulatan bangsa, mengendalikan arah kebijakannya, dan merampas kekayaan-kekayaan bangsanya. Mirisnya, itu semua terjadi di hadapan kita, di lingkungan kita, dan di negara kita tercinta, Indonesia. Di sinilah letak pentingnya buku Agenda Mendesak Bangsa: Selamatkan Indonesia! Yang ditulis oleh M. Amien Rais. Buku itu berusaha menguak dan membongkar jejaring serta pola kerja imperialisme ekonomi Barat di Indonesia. Tidak hanya itu, buku ini juga menawarkan agenda yang perlu kita kerjakan bersama.
Kekuatan-kekuatan kapitalis itu membangun sebuah jaringan ekonomi, keuangan, politik, militer, intelektual dan media massa yang dinamakan korporatokrasi. Saya berpendapat Indoneisa yang kita cintai bersama, dewasa ini telah menjadi subordinat dari jaringan korporatokrasi internasional yang memang dahsyat itu. Berbeda dengan India, China, Malaysia dan lain-lain yang berhasil mengarungi gelombang globalisasi dan berhasil
menghindari jeratan korporatokrasi internasional, Indonesia justeru semakin dalam terpasung ke dalam pusaran globalisasi dan korporatokrasi.
Amin Rais menyoroti pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono yang menurutnya cenderung mewarisi sindrom Amangkurat I & II dalam sejarah Mataram yang sangat lembek menghadapi VOC dan sangat kompromistis dalam melacurkan kekuasaan dan kewenangan kraton dengan pihak kompeni.  Begitu halnya dengan Pemerintahan Yudhoyono, menurut Amin Rais, tidak menunjukkan keberanian untuk mengatakan ‘tidak’ pada tekanan-tekanan korporasi asing, kompeni-kompeni zaman sekarang.
Padahal pemerintahan Yudhoyono sebagai hasil pilihan langsung rakyat Indonesia, sesungguhnya mempunyai legitimasi kuat untuk membebaskan Indonesia dari perangkap korporatokratik yang jelas-jelas menguras habis-habisan kekayaan Indonesia. Juga diharapkan dapat merintis jalan baru buat tegaknya kedaulatan ekonomi, kedaulatan politik, dan kedaulatan pertahanan keamanan kita. Namun sayang, kedaulatan nasional kita justru tergadaikan ke berbagai korporasi asing.
Selama imperialisme ekonomi itu masih mencengkeram negeri ini, selama itu pula kita tidak bisa berdaulat, tidak bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
c.       Imperialisme Kebudayaan.
 Imperialisme hendak menguasai jiwa (de geest, the mind) dari suatu negara lain. Dalam kebudayaan terletak jiwa dari suatu bangsa. Jika kebudayaannya dapat diubah, berubahlah jiwa dari bangsa itu. Si imperialis hendak melenyapkan kebudayaan dari suatu bangsa dan menggantikannya dengan kebudayaan si imperialis, hingga jiwa bangsa jajahan itu menjadi sama atau menjadi satu dengan jiwa si penjajah. Menguasai jiwa suatu bangsa berarti mengusai segala-galnya dari bangsa itu. Imperialisme kebudayaan ini adalah imperialisme yang sangat berbahaya, karena masuknya gampang, tidak terasa oleh yang akan dijajah dan jika berhasil sukar sekali bangsa yang dijajah dapat membebaskan diri kembali, bahkan mungkin tidak sanggup lagi membebaskan diri.
Proses degradasi dan regresi yang terjadi dimulai sejak masuknya budaya asing seiring datangnya bangsa-bangsa asing untuk tinggal menetap di Bhumi Nuswantara. Keramah tamahan dan kehangatan pribumi dalam menyambut tamu-tamu asing berbuah aneksasi dan kolonialisasi. Panji-panji Gold, Glory dan Gospel berkibar di seluruh penjuru Bhumi Nuswantara semata-mata untuk mengeruk kekayaan alam yang berlimpah hingga menimbulkan kerusakan dan kebinasaan di seantero negeri.
Kerusakan yang paling parah justru terjadi pada aspek budaya. Atas nama dakwah dan syi’ar agama, nilai-nilai budaya bangsa distigma sebagai sesuatu yang penuh berhala, musyrik dan biadab sehingga boleh dihancurkan atas nama Tuhan. Tata kehidupan sosial yang berlandaskan pada nilai-nilai budaya lokal menjadi porak poranda dan carut marut. Politik adu domba dan pecah belah yang penuh dengan intrik dan tipu muslihat direkayasa untuk menghasilkan silang sengketa antar anak bangsa sebagai upaya penumpasan terhadap berbagai kemungkinan adanya potensi perlawanan.
Seiring berjalannya waktu, dengan semakin tingginya tingkat kemajuan ilmu pengetahuan, proses dan teknik penghancuran terhadap bangsa ini jauh semakin canggih dan elegan pula. Pilihan-pilihan cara yang opresif dan represif tak lagi digunakan berganti dengan cara-cara yang lebih mengedepankan pendekatan humanitarian. Proses cuci otak dan indoktrinasi melalui rekayasa sosial menjadi pilihan utama untuk bisa membuat bangsa ini tunduk dan takluk dibawah imperialisme budaya bangsa-bangsa asing.
Rekayasa sosial melalui proses cuci otak dan indoktrinasi yang dilakukan dengan melalui sistem kelembagaan formal yang sudah diformat sedemikian rupa untuk menjalankan program-program yang sudah memang dipersiapkan sebelumnya. Lembaga pendidikan dan media massa adalah dua alat yang sangat potensial untuk bisa mencetak manusia-manusia baru Indonesia yang bersikap dan berperilaku sesuai dengan standar spesifikasi yang mereka tentukan.
Lembaga pendidikan bertugas untuk menginstalasi pola dan struktur berpikir dengan dalil dan aksioma rasional yang tertabulasi dalam satuan-satuan logika kuantitatif sebagai pisau analisa yang digunakan dalam melakukan setiap upaya penuntasan masalah.
Sementara media massa bertugas untuk memproduksi tontonan dan hiburan yang mampu menghipnosis alam bawah sadar agar bergaya hidup sebagai penyembah dan penghamba kesenangan duniawi yang berorientasi pada harta, ketenaran dan segala sesuatu yang bersifat kebendaan.
Dari dua lembaga sosial-budaya tersebut lahirlah anak-anak bangsa yang tak lagi mengenal nilai-nilai budaya bangsanya. Maka tak heran jika saat ini bangsa yang pernah mengalami kejayaan dan kegemilangan di masa lalu telah mengalami keterpurukan yang luar biasa di berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Suka atau tidak, bangsa ini adalah bangsa yang telah kehilangan jati dirinya sebagai sebuah bangsa. Sebuah bangsa yang begitu bangga menjadi subordinasi dari imperialisme budaya bangsa lain
C.    Sebab-sebab Imperialisme
1.      Keinginan untuk menjadi jaya, menjadi bangsa yang terbesar di seluruh dunia (ambition, eerzucht). Tiap bangsa ingin menjadi jaya. Tetapi sampai dimanakah batas-batas kejayaan itu ? Jika suatu bangsa tidak dapat mengendalikan keinginan ini, mudah bangsa itu menjadi bangsa imperialis. Karena itu dapat dikatakan, bahwa tiap bangsa itu mengandung benih imperialisme.
2.      Perasaan sesuatu bangsa, bahwa bangsa itu adalah bangsa istimewa di dunia ini (racial superiority). Tiap bangsa mempunyai harga diri. Jika harga diri ini menebal, mudah menjadi kecongkakan untuk kemudian menimbulakan anggapan, bahwa merekalah bangsa teristimewa di dunia ini, dan berhak menguasai, atau mengatur atau memimpin bangsa-bangsa lainnya.
3.      Hasrat untuk menyebarkan agama atau ideologi dapat menimbulkan imperialisme. Tujuannya bukan imperialisme, tetapi agama atau ideologi. Imperialisme di sini dapat timbul sebagai "bij-product" saja. Tetapi jika penyebaran agama itu didukung oleh pemerintah negara, maka sering tujuan pertama terdesak dan merosot menjadi alasan untuk membenarkan tindakan imperialisme.
4.      Letak suatu negara yang diangap geografis tidak menguntungkan. Perbatasan suatu negara mempunyai arti yang sangat penting bagi politik negara.
5.      Sebab-sebab ekonomi. Sebab-sebab ekonomi inilah yang merupakan sebab yang terpenting dari timbulnya imperialisme, teistimewa imperialisme modern.
1.      Keinginan untuk mendapatkan kekayaan dari suatu negara
2.      Ingin ikut dalam perdagangan dunia
3.      Ingin menguasai perdagangan
4.      Keinginan untuk menjamin suburnya industry



D. Akibat Imperialisme
1.  Akibat politik
1.      Terciptanya tanah-tanah jajahan
2.      Politik pemerasan
3.      Berkorbarnya perang kolonial
4.      Timbulnya politik dunia (wereldpolitiek)
5.      Timbulnya nasionalisme
2.      Akibat Ekonomis
1.      Negara imperialisme merupakan pusat kekayaan, negara jajahan lembah kemiskinan
2.      Industri Imperialisme menjadi besar, perniagaan bangsa jajahan lenyap
3.      Perdagangan dunia meluas
4.      Adanya lalu-lintas dunia (wereldverkeer)
5.      Kapital surplus dan penanamna modal di tanah jajahan
6.     Kekuatan ekonomi penduduk asli tanah jajahan lenyap
3.   Akibat sosial
1. Imperialisme hidup mewah sementara yang dijajah serba kekurangan
2. Imperialisme maju, yang dijajah mundur
3. Rasa harga diri lebih pada bangsa penjajah, rasa harga diri kurang pada bangsa yang dijajah
4. Segala hak ada pada imperialisme, orang yang dijajah tidak memiliki hak apa-apa\
5. Munculnya gerakan Eropa-isasi.





BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Imperialisme ialah politik untuk menguasai (dengan paksaan) seluruh dunia untuk kepentingan diri sendiri yang dibentuk sebagai imperiumnya. "Menguasai" disini tidak perlu berarti merebut dengan kekuatan senjata, tetapi dapat dijalankan dengan kekuatan ekonomi, kultur, agama dan ideologi, asal saja dengan paksaan. Imperium disini tidak perlu berarti suatu gabungan dari jajahan-jajahan, tetapi dapat berupa daerah-daerah pengaruh, asal saja untuk kepentingan diri sendiri. Apakah beda antara imperialisme dan kolonialisme ? Imperialisme ialah politik yang dijalankan mengenai seluruh imperium. Kolonialisme ialah politik yang dijalankan mengenai suatu koloni, sesuatu bagian dari imperium jika imperium itu merupakan gabungan jajahan-jajahan.
B.   Saran
Telah kita ketahui bersama dampak-dampak dari pada imperialisme baik yang  menyentuh elemen tertentu, baik  dampak yang sangat  meluas. tidak sesuai dengan hati nurani, sangat  merugikan banyak pihak, tidak berpri kemanusiaan, bahkan menyisakan  bekas yang mendalam kepada generasi-generasi setelah terjadi nya imperium suatu pemimpin.
Dan imperialisasi bukan hanya di bidang tertentu,bahkan dalam aspek agama bisa terjadi suatu imperialisasi, generasi pemuda lah yang seharusnya menyadari akan bahaya dari imperialisasi yang sangat kejam, dan tercela itu.
Dan imperialisasi harus dengan segera di bumi hanguskan, pemimpin yang  baik dan pemerintahan yang baik bisa menjadi roda terdepan dalam mengikis tindak ketidakmanusiaan.




DAFTAR PUSTAKA

Soebantardjo, Sari Sedjarah Jilid I: Asia - Afrika, Penerbit BOPKRI, Yogyakarta 1960
http://dahlanforum.wordpress.com/2009/05/03/pengaruh-kolonialisme-dan-imperialisme-di-indonesia-1-perlawanan-rakyat-2-perkembangan-agama-kristen/